Kajian Bulan Oktober : Masih Layakah Nawacita Dilanjutkan?

Bulan oktober tahun 2019 memiliki banyak peristiwa yang tidak dapat di lupakan. Peristiwa demi peristiwa harus mampu diperankan oleh mahasiswa dengan tepat dan bersama-sama meningkatkan kadar intelektualitasnya melalui kontribusi terhadap pembangunan bangsa. 


Pasca pesta demokrasi yang dilaksanakan pada bulan April 2019 lalu, kemudian diputuskannya bahwa pemenang pada pemilu tersebut adalah Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang merupakan pejabat untuk ke dua kali di periode selanjutnya. Hasil dari keputusan tersebut akhirnya, akan berada pada puncaknya yaitu Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2019. 

Pelantikan merupakan acara yang sangat sakral oleh karenanya, pelantikan Presiden akan sangat ketat penjagaannya. Akan tetapi, pointnya bukanlah bagaimana pelantikan Presiden itu berlangsung, tetapi bagaimana peranan kita dalam mengevaluasi program-program Presiden selama periode 2014-2019 yang kemudian akan dilanjutkan pada periode 2019-2024 mendatang.

Nawacita adalah program gagasan Presiden Joko Widodo yang di gembar-gemborkan pada periode pertama. Sejauh mana kita memahami program-program presiden tersebut dan bagaimana kelanjutannya di periode kedua ini. Oleh karenanya, berdasarkan hal tersebut maka dilaksankanlah kegiatan Kajian Bulanan Departemen Politik, Hukum dan HAM DEMA STAI Kharisma Cicurug dengan mengusung tema Menuju Pelantikan Presiden : Masih layakah nawacita di lanjutkan? yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2019 di Kampus I STAI Kharisma Cicurug dengan pemantik Ade Nurpriatna, S.Ag., M.Ud. yang merupakan PK III STAI Kharisma Cicurug. 

Nawacita merupakan sembilan program prioritas dan harapan bangsa Indonesia dari semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara diantarany Ekonomi, Sosial, Politik, Kebudayaan dan Pendidikan. Nawacita tersebut di implementasikan dalam program kerja Joko Widodo selama periode 2014-2019 dengan karya-karya yang luar biasa tetapi masih banyak ketimpangan-ketimpangan antara satu sektor dengan sektor lainnya.

Pada dasarnya, penggenjotan infrastruktur yang dilakukan oleh Joko Widodo masih banyak menyisakan luka dihati masyarakat yang tanah-tanahnya digusur tanpa kompensasi sehingga mendapatkan perlawanan warga. Tujuan di bangunnya infrastruktur adalah dengan melakukan percepatan dan penumbuhan perekonomian masyarakat dengan target 7% akan tetapi pada kenyataannya hanya mampu stag pada 5% saja. Begitu juga dengan penyediaan infrastruktur tersebut tidak sepenuhnya terealisasi yaitu hanya 46% dari 233 proyek strategis Nasional hingga akhir masa periodenya. Sebagaimana yang disebutkan oleh VOA.


Masih dalam skala ekonomi, bagaimana nilai rupiah pada masa Joko Widodo mengalami kelemahan. Sejak awal menjabat sebagai Presdien pada tahun 2014 nilai tukar rupiah mencapai Rp. 12.045 akan tetapi lemah hingga Rp. 14.100 di akhir 2019. Begitu pula penurunan angka pengangguran mencapai 5,01% di tahun 2019 dan penurunan angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah yaitu 9,41% di tahun 2019 sementara pada awal masa menjabat telah mencapai angka 11,22%.

Masalah penegakan Hukum dan HAM dirasa juga masih sangat lemah, dengan dipertontonkannya Presiden masih tebang pilih dalam penyelesaian kasus pelanggaran hukum dan HAM. Diantaranya kasus Novel Baswedan dan penangkapan para aktivis serta korban-korban yang meninggal dunia ketika melakukan aksi demonstrasi menyuarakan aspirasinya.

Demikianlah Pekerjaan Rumah pemerintah yang harus dituntaskan pada periode selanjutnya, terlepas dari layak atau tidak layaknya Nawacita untuk dilanjutkan. Presiden Republik Indonesia bersama kebinet di pemerintahannya memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyat dan memberikan keadilan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.


EmoticonEmoticon